"Dispereert niet, onziet uw vijanden niet, want God is met ons"

- Jan Pieterszoon Coen (1587 - 1629)

Senin, 11 Januari 2016

Gerbang Amsterdam (Amsterdamsche Poort)

Gerbang Amsterdam dalam sebuah foto yang dipekirakan diambil di tahun 1870

Sketsa pelaksanaan hukuman gantung di Gerbang Amsterdam karya Johannes Rach. Melukiskan tentang pelaksanaan hukuman gantung di sana. Dari kejauhan tampak bangunan dengan ornamen yang ramai dan jam di puncaknya (sekarang Jl. Tongkol). Di dalam bangunan gerbang terdapat patung Mars dan Minerva. Gerbang Amsterdam diapit oleh bangunan bertingkat empat, yang merupakan barak garnisun penjaga kanal. Prosesi hukuman mati dilakukan di sudut kiri. Di sisi sebelah kanan tampak beberapa tawanan dalam keadaan dirantai diawasi prajurit yang bersiaga. Masyarakat yang hendak menonton berdiri berteduh di bawah payung, sementara pedagang berjualan di bawah pohon (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia)



Gerbang Amsterdam (Amsterdamsche Poort) atau juga disebut Gerbang Penang (Penangpoort), adalah sebuah gerbang tua di Jakarta, yang dibangun pada saat ibu kota Republik Indonesia itu masih bernama Batavia. Dibangun untuk melengkapi Kasteel van Batavia (Kastil Batavia). Kasteel van Batavia sendiri dibangun pada tahun 1619 oleh Jan Pieterszoon Coen, yang kemudian diganti dengan pembangunan kastil yang lebih besar pada tahun 1627. Posisi gerbang ini adalah di bagian selatan dari Kasteel van Batavia. Hingga tahun 1707, Kasteel van Batavia menjadi pusat pemerintahan bisnis, dan lainnya. Karena keadaan yang semakin tidak sehat, pusat pemerintahan pun dipindahkan ke bagian Selatan. Lebih tepatnya, pusat pemerintahannya ada di Stadhuis yang kini dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta.

Gubernur Jenderal Gustaaf Wilem Baron van Imhoff (1743-1750) memerintahkan untuk melakukan renovasi terhadap gerbang ini dengan gaya Rococo. Orang-orang yang memasuki Batavia dari pelabuhan Sunda Kelapa, pada masa itu harus melewati Gerbang Amsterdam dulu. Kasteel van Batavia kemudian dihancurkan pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811). Gerbang Amsterdam adalah salah satu bagian dari kastil ini yang selamat. Dalam kurun waktu antara 1830 dan 1840, gerbang ini dipugar. Patung Mars dan Minerva ditambahkan pada kedua sisi gerbang tersebut.


Sekitar tahun 1869, trem sudah beroperasi di Batavia. Rute trem kala itu dari Kanaal Weg (Jalan Tongkol) hingga ke Prinsenstraat (Jalan Cengkeh), Nieuwpoort Straat (Jalan Pintu Besar Utara dan Jalan Pintu Besar Selatan) hingga ke Molenvliet (Jalan Gajah Mada). Karena pintu gerbang ini tidak bisa dilalui trem, sisi-sisi Gerbang Amsterdam dihancurkan agar bisa dilalui trem. Akhirnya Gerbang Amsterdam benar-benar menghilang pada tahun 1950, karena Pemerintah Indonesia menganggap gerbang ini mengganggu lalu lintas seiring dengan mulai ramainya kendaraan di Jakarta.

Hukum Gantung
Pada abad ke-18, pelaksanaan hukum gantung di Gerbang Amsterdam sudah menjadi tontonan masyarakat. Hukum gantung di Batavia terjadi hampir di setiap bulannya. Selain itu ada juga hukum pancung yang terut menghiasi di setiap bulan itu. Bagi masyarakat Batavia masa itu, baik hukum gantung dan hukum pancung menjadi pemandangan biasa yang seolah wajib untuk disaksikan. Keramaian saat menonton hukuman itu membuat para pedagang menjajakan dagangannya. Yang dieksekusi pun macam-macam. Mulai dari penjahat, sampai budak belian yang melakukan kejahatan.

Algojo yang melaksanakan hukuman pancung maupun hukuman gantung bukan orang Belanda, namun orang pribumi yang dipilih untuk melaksanakan kedua macam hukuman itu. Selain di Gerbang Amsterdam, hukum pancung dan hukum gantung juga dilaksanakan di Stadhuis, tepatnya di halaman luas di depan gedung tersebut.


Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar